Pemerintah tengah bersiap mengimplementasikan program pencampuran biodiesel 50 persen (B50) pada tahun 2026. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan bahwa langkah menuju B50 kini dalam tahap pematangan dan evaluasi.
Program B40 yang telah dijalankan sebelumnya berjalan dengan lancar, baik untuk sektor Public Service Obligation (PSO) maupun non-PSO.
Keberhasilan tersebut menjadi pijakan bagi pemerintah untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu B50. Saat ini, berbagai aspek sedang dikaji, termasuk kesiapan industri dalam negeri dan ketersediaan bahan baku utama seperti Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
Pelaku usaha telah mulai beradaptasi dengan kebijakan ini. Banyak di antara mereka yang meningkatkan investasi serta mengamankan suplai bahan baku untuk mendukung transisi ke B50. Beberapa produsen FAME mendapat kuota lebih besar tahun ini. Itu mendorong mereka untuk memperluas investasi dan memperkuat rantai pasok bahan baku.
Pelaksanaan B50 tidak akan berdampak pada pembukaan lahan baru. Pemerintah tetap menjaga agar program ini berjalan secara berkelanjutan. Untuk B50 belum diperlukan ekspansi lahan. Kami terus berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk memastikan kecukupan bahan baku, terutama crude palm oil (CPO). Kalau nantinya beralih ke B60, mungkin akan ada kebutuhan tambahan lahan, tapi itu pun bisa diminimalkan melalui program replanting.
Program B50 merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendorong hilirisasi industri kelapa sawit. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, kebijakan ini diharapkan mampu memperkuat perekonomian nasional melalui peningkatan nilai tambah produk dalam negeri.
Baca Juga : Perhutanan Sosial Berbasis Kelapa Sawit : Alternatif Pengelolaan Hutan Berkelanjutan.