Kebijakan Due Diligence menjadi isu besar dalam perdagangan global komoditas pertanian, termasuk minyak sawit. Uni Eropa melalui Europian Union Deforestation Regulation (EUDR) mewajibkan semua produk pertanian: mulai dari sawit, kopi, kako hingga kedelai harus dibuktikan bebas deforestasi dan memiliki ketertelusuran penuh sampai ke titik kebun. Aturan ini berdampak langsung pada ekspor sawit Indonesia, salah satu pemasok terbesar minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya ke pasar Eropa.
Apa Itu Due Diligence dalam EUDR?
EUDR menuntut perusahaan melakukan due diligence, yaitu proses verifikasi berlapis untuk memastikan bahwa produk yang diekspor tidak berasal dari area yang mengalami deforestasi setelah tahun 2020. Komponen inti due diligence mencakup:
- Ketertelusuran geografis (geolocation data) hingga titik koordinat kebun.
- Assessment risiko terhadap kemungkinan keterlibatan dalam deforestasi.
- Dokumentasi kepatuhan yang bisa diverifikasi oleh otoritas Uni Eropa.
Jika perusahaan tidak mampu memenuhi persyaratan ini, produk berpotensi ditolak masuk pasar Eropa atau dikenakan sanksi.
Tantangan bagi Industri Sawit Indonesia
Penerapan kebijakan ini menciptakan sejumlah tantangan besar:
- Kerumitan Rantai Pasok
Rantai pasok sawit Indonesia melibatkan jutaan petani kecil, puluhan ribu kebun plasma, serta pabrik kelapa sawit yang menerima TBS dari berbagai sumber. Tidak semua kebun memiliki dokumen legal yang rapi atau peta geografis digital.
EUDR menuntut data koordinat per kebun, yang bagi sebagian petani kecil masih sulit dipenuhi.
- Biaya Kepatuhan
Pengumpulan data geolokasi, audit, integrasi sistem digital, hingga modernisasi rantai pasok memerlukan investasi besar. Perusahaan besar mungkin mampu beradaptasi, tetapi petani kecil berpotensi tertinggal jika tidak ada dukungan.
- Risiko Penurunan Ekspor
Uni Eropa memang bukan pasar terbesar Indonesia, namun tetap penting untuk produk hilir dan bernilai tinggi. Jika tidak memenuhi due diligence, produk dapat ditolak sehingga melemahkan daya tawar Indonesia di pasar global.
Adaptasi dan Strategi Industri Sawit Indonesia
Meski tantangannya signifikan, berbagai langkah adaptasi sudah mulai berjalan:
- Digitalisasi Rantai Pasok
Pemerintah dan pelaku industri mulai mengembangkan sistem traceability berbasis satelit, blockchain, dan aplikasi geotagging untuk mendokumentasikan asal usul TBS.
- Dukungan kepada Petani Kecil
Berbagai program seperti ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), pemetaan kebun, dan legalisasi lahan diarahkan untuk membantu petani kecil agar tidak terpinggirkan dari pasar global.
- Harmonisasi Regulasi Nasional
Indonesia terus melakukan diplomasi untuk memastikan implementasi EUDR tidak merugikan negara produsen. Usulan kerja sama seperti mutual recognition atau masa transisi lebih panjang masih diperjuangkan.
- Peningkatan Transparansi
Perusahaan-perusahaan besar mulai merilis peta pemasok, data NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation), hingga laporan keberlanjutan sebagai bentuk komitmen terhadap pasar global. Kebijakan due diligence seperti EUDR memberikan tantangan berat bagi ekspor sawitIndonesia, terutama terkait ketertelusuran dan kepatuhan terhadap standar bebas deforestasi.
Namun, dengan digitalisasirantai pasok, dukungan terhdap petani kecil, dan diplomasi regulasi, Indonesia memiliki peluang besar untuk tetap memperahankan posisi sebagai pemain kunci minyak sawit dunia. Adaptasi cepat dan kolaboratif akan menjadi faktor penentu keberhasilan industri sawit Indonesia dalam menghadapi era perdagangan global berbasis keberlanjutan.
Baca Juga: Mengatasi Isu Cold Flow Plugging Point (CFPP): Inovasi Aditif untuk Distribusi di Berbagai Iklim.