Upaya pengurangan emisi dan ketergantungan pada energi fosil terus mendorong Indonesia memperluas program biodiesel. Saat ini, campuran bahan bakar B40 berbasis FAME (Fatty Acid Methyl Ester) menjadi standar utama. Program ini mendukung kelapa sawit rakyat dan menekan impor solar, namun memiliki batasan teknis seperti stabilitas oksidasi, potensi pembentukan deposit, serta sensitivitas pada beberapa jenis mesin.
Teknologi baru berupa HVO (Hydrotreated Vegetable Oil) atau sering disebut Green Diesel, mulai dipandang sebagai solusi generasi berikutnya. HVO menawarkan kualitas bahan bakar yang lebih stabil dan kompatibel dengan mesin diesel modern tanpa perlu modifikasi. Beberapa negara sudah memproduksinya dalam skala besar, sementara Indonesia sedang memetakan kesiapan kilang dan kebutuhan investasinya.
Perbedaan Inti FAME vs HVO
1. Proses Produksi
FAME dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak nabati menggunakan katalis. Proses ini relatif sederhana dan biaya pembangunannya lebih rendah.
HVO diproduksi menggunakan proses hydrotreating pada tekanan tinggi dengan hidrogen. Hasil akhirnya berupa molekul hidrokarbon yang secara kimia mirip solar fosil.
2. Karakteristik Bahan Bakar
FAME cenderung lebih mudah teroksidasi dan memiliki titik beku lebih tinggi, sehingga rentan memengaruhi performa di iklim tertentu atau penyimpanan panjang.
HVO memiliki angka cetane tinggi, stabil, rendah sulfur, dan membakar lebih bersih. Kualitasnya mendekati diesel konvensional sehingga dapat digunakan hingga 100% tanpa modifikasi mesin.
3. Dampak Operasional
Pada skala industri, penggunaan FAME tinggi memerlukan penyesuaian beberapa komponen sistem bahan bakar karena sifat pelarut dan higroskopisnya. Sementara itu, HVO langsung kompatibel dengan jaringan distribusi, tangki, dan peralatan mesin yang ada.
Kesiapan Kilang: Tantangan dan Peluang
Peralihan menuju HVO bukan sekadar pergantian bahan baku, tetapi perubahan proses pada tingkat kilang. Infrastruktur hydrotreating membutuhkan investasi reaktor tekanan tinggi dan pasokan hidrogen yang stabil. Kilang yang telah memiliki unit hydroprocessing untuk minyak fosil dapat melakukan co-processing, yaitu mencampurkan feedstock nabati dengan minyak mineral pada unit yang sama. Pendekatan ini memungkinkan transisi bertahap dengan investasi awal yang lebih rendah.
Di sisi lain, membangun green refinery dedicated memberi fleksibilitas lebih besar dalam penggunaan berbagai jenis feedstock seperti minyak sawit, UCO (used cooking oil), PFAD, hingga lemak hewani. Namun, investasi yang dibutuhkan lebih besar dan memerlukan perencanaan jangka panjang.
Beberapa kilang di Indonesia telah mulai melakukan kajian kesiapan, terutama yang berada dalam program RDMP (Refinery Development Master Plan). Fokusnya terletak pada dua hal: peningkatan kapasitas hydrotreating dan jaminan ketersediaan feedstock yang berkelanjutan.
Peta Jalan Investasi: Dari Tahap Awal ke Skala Komersial
Tahap 1 (1–3 Tahun ke Depan):
Optimalisasi produksi dan penyerapan FAME untuk menunjang B40, sembari menyiapkan pasokan feedstock UCO dan minyak sawit yang tersertifikasi keberlanjutan.
Tahap 2 (3–6 Tahun):
Implementasi co-processing di kilang yang sudah memiliki unit hydrotreater. Tahap ini memperkenalkan HVO dalam volume bertahap tanpa gangguan besar pada operasi.
Tahap 3 (6–12 Tahun):
Pembangunan green refinery dedicated dalam skala komersial, bersinergi dengan pasar ekspor, kebutuhan industri transportasi berat, dan potensi pengembangan SAF (sustainable aviation fuel).
Transisi dari B40 berbasis FAME menuju Green Diesel berbasis HVO merupakan langkah strategis yang memberikan keuntungan kualitas bahan bakar dan pengurangan emisi yang lebih besar. Namun, keberhasilan langkah ini sangat bergantung pada kesiapan kilang, pasokan hidrogen, ketersediaan feedstock yang berkelanjutan, dan kebijakan investasi jangka panjang.
Dengan pengelolaan roadmap yang terarah, Indonesia berpeluang menjadi salah satu produsen biofuel generasi baru yang kompetitif di pasar global.
Baca Juga : Pemberdayaan Petani Sawit Rakyat : Peremajaan dan Kemitraan untuk Menjaga Pasokan B40.