Industri kelapa sawit merupakan salah satu penopang utama ekonomi Indonesia, menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 16 juta orang. Namun di balik angka besar tersebut, ada kisah-kisah luar biasa dari para perempuan yang turut menggerakkan roda industri ini, dari perkebunan hingga pabrik pengolahan. Meski sering luput dari sorotan, kontribusi mereka terbukti menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan dan efisiensi sektor sawit nasional.
1. Perempuan di Garis Depan: Pekerja Panen dan Lapangan
Banyak perempuan di sektor sawit berperan sebagai pekerja harian lepas di perkebunan, membantu proses pemupukan, pengumpulan buah, hingga perawatan bibit.
Contohnya, Siti, pekerja di Riau, sudah lebih dari sepuluh tahun bekerja sebagai pengutip brondolan (buah sawit yang jatuh). Meski tugasnya terlihat sederhana, peran seperti ini sangat penting untuk menghindari kehilangan hasil panen yang bisa mencapai 5–10% dari total produksi jika diabaikan.
Selain itu, banyak perempuan yang memiliki ketelitian tinggi dalam tugas-tugas seperti penyortiran bibit, penyemprotan, dan pengukuran lahan, pekerjaan yang menuntut ketekunan dan presisi.
2. Pengurus Kebun dan Supervisor: Langkah Perempuan ke Posisi Strategis
Seiring meningkatnya kesadaran gender equality di sektor agribisnis, semakin banyak perusahaan sawit membuka peluang bagi perempuan untuk memegang posisi pengawasan dan manajerial.
Misalnya, PT Sinar Palma Lestari di Kalimantan Tengah telah mempekerjakan lebih dari 30% perempuan di posisi pengurus kebun dan kepala afdeling. Mereka bertanggung jawab atas koordinasi pekerja, pengawasan mutu panen, dan efisiensi operasional.
Program pelatihan berbasis kompetensi juga semakin banyak diadakan, mendorong perempuan untuk naik ke level kepemimpinan, bukan sekadar tenaga lapangan.
3. Perempuan di Rantai Nilai Pengolahan dan Manajemen
Di tahap pengolahan, peran perempuan terlihat jelas di laboratorium kontrol mutu, bagian administrasi produksi, hingga sektor logistik dan ekspor.
Dalam rantai nilai yang lebih luas, perempuan juga banyak terlibat dalam koperasi petani sawit, lembaga sertifikasi (RSPO/ISPO), dan sektor kewirausahaan berbasis produk turunan sawit seperti sabun, lilin, dan biodiesel skala kecil.
Sebagai contoh, Kelompok Wanita Tani di Kabupaten Musi Banyuasin berhasil memproduksi sabun cair dari limbah minyak sawit, menciptakan nilai tambah ekonomi lokal sekaligus meningkatkan kesadaran lingkungan.
4. Tantangan dan Peluang yang Masih Terbuka
Meski kontribusi mereka besar, perempuan di sektor sawit masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain:
- Kesenjangan upah dan status kerja, terutama bagi pekerja harian lepas.
- Akses terbatas terhadap pelatihan teknis dan finansial.
- Beban ganda antara pekerjaan kebun dan tanggung jawab domestik.
Namun, berbagai inisiatif mulai muncul untuk mengatasi hal ini. Pemerintah bersama asosiasi industri dan LSM telah menggagas program seperti Gender Mainstreaming in Palm Oil (GEMPO) dan Perempuan Sawit Mandiri, yang bertujuan meningkatkan kapasitas, perlindungan kerja, serta partisipasi perempuan di setiap level rantai nilai.
5. Pilar Ketahanan dan Keberlanjutan Industri
Perempuan bukan sekadar pelengkap di sektor sawit, mereka adalah pilar ketahanan sosial dan ekonomi di banyak komunitas perkebunan. Meningkatkan pengakuan dan pemberdayaan mereka bukan hanya soal keadilan gender, tetapi juga langkah strategis menuju industri sawit yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan berdaya saing global.
Baca Juga : Meninjau Peta Jalan Menuju B50 dan Integrasi Green Fuel untuk Transasisi Energi Nasional.