Setelah sukses mengimplementasikan program B40 (campuran 40% biodiesel dan 60% solar) sebagai bagian dari strategi ketahanan energi nasional, Indonesia kini menatap langkah berikutnya: B50. Rencana peningkatan kadar campuran biodiesel ini menjadi simbol komitmen pemerintah untuk terus mendorong penggunaan energi bersih dan berkelanjutan, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil impor.
Peta Jalan Menuju B50
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengisyaratkan bahwa uji coba B50 akan dilakukan secara bertahap, menindaklanjuti hasil positif dari B40. Tujuannya bukan hanya meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran nasional, tetapi juga mengoptimalkan produktivitas minyak sawit mentah (CPO) sebagai bahan baku biodiesel.
Namun, transisi ini bukan tanpa tantangan. Aspek teknis seperti stabilitas oksidasi, kompatibilitas mesin, serta penyimpanan dan distribusi bahan bakar masih menjadi fokus utama dalam proses pengujian. Di sisi lain, kesiapan infrastruktur kilang dan rantai pasok juga terus diperkuat agar distribusi B50 berjalan efisien di seluruh wilayah Indonesia.
Integrasi dengan Green Fuel Lainnya
Selain biodiesel, pemerintah juga mulai membuka jalan bagi pengembangan green fuel generasi berikutnya, seperti:
- Green diesel (HVO) yang memiliki kualitas mendekati solar murni, namun berbasis minyak nabati.
- Green gasoline dan green jet fuel, yang dikembangkan dari biomassa atau minyak nabati terkonversi.
- Bioethanol, yang dapat dicampurkan ke bensin untuk sektor transportasi ringan.
Pendekatan ini menandakan bahwa Indonesia tidak hanya fokus pada peningkatan kadar biodiesel, tetapi juga berusaha membangun portofolio energi hijau yang lebih luas dan terintegrasi.
Mendukung Transisi Energi Nasional
Langkah menuju B50 dan integrasi green fuel menjadi bagian dari strategi jangka panjang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Targetnya adalah mencapai bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025 dan terus meningkat hingga 31% pada 2050.
Implementasi ini tidak hanya berdampak pada sektor energi, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi bagi sektor perkebunan, industri pengolahan, dan teknologi energi bersih.
Dengan arah kebijakan yang semakin jelas, B50 diharapkan menjadi jembatan menuju era low-carbon fuel economy, di mana bahan bakar nabati, hidrogen hijau, dan listrik terbarukan saling melengkapi dalam membangun sistem energi nasional yang tangguh dan berkelanjutan.
Baca Juga : Kelapa Sawit dan Isu Perubahan Iklim : Dari Pennyerapan Karbon hingga Pemanfaatan Biogas POME.