Perhutanan Sosial Berbasis Kelapa Sawit: Alternatif Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

Subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia berdampak sangat besar terhadap aspek sosial, khususnya bagi kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada industri sawit. Dari total 16,3 juta hektar tutupan lahan sawit yang ada di Indonesia dari Sumatera hingga Papua, sebanyak 41 persen atau 6,72 juta hektar dimiliki oleh rakyat. Sisanya 53 persen atau 8,68 juta hektar dikelola swasta, dan 0,98 juta hektar atau 6 persennya dikelola oleh perkebunan milik negara.

Dari total 6,72 juta hektar yang merupakan perkebunan rakyat, sebanyak 2,74 juta kepala keluarga (KK) menggantungkan hidupnya pada sektor perkebunan kelapa sawit. Sehingga berbagai kebijakan, regulasi, ataupun isu yang berkaitan dengan industri kelapa sawit secara langsung dan tidak langsung akan sangat berdampak pada 2,74 juta kepala keluarga di Indonesia.

Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas dan produktivitas kelapa sawit seperti Peremajaan Sawit Rakyat sangat berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan 2,74 jutaKK. Sebaliknya, berbagai isu negatif terhadap sawit juga akan berdampak buruk pada kesejahteraan petani. Nyatanya, berbagai isu sosial yang dialamatkan pada petani ataupun pekerja di industri sawit Indonesia seperti upah rendah, lingkungan tidak layak, hingga menyangkut HAM bertolak belakang dengan fakta di lapangan terkait kesejahteraan petani sawit.

Isu tentang pelanggaran HAM dimana perusahaan atau perkebunan sawit yang didapati mempekerjakan anak justru hal yang berkebalikan dengan warisan budaya ketimuran Indonesia. Seluruh perusahaan kelapa sawit mengecam apabila mempekerjakan anak dalam industri, bahkan di seluruh sektor. Tapi nyatanya, apa yang ditangkap dari media asing tentang anak yang bekerja di perkebunan sawit adalah budaya masyarakat Indonesia dimana seorang anak yang memiliki hubungan lekat dengan orang tua.

Kondisi yang sebenarnya adalah seorang anak petani sawit rakyat yang turut serta dalam proses panen sawit orang tuanya, yaitu bermain dan belajar sekaligus membantu orang tua. Sarat budaya ketimuran Indonesia di mana sama halnya dengan seorang anak yang membantu pekerjaan ibu di rumah.

Petani perkebunan rakyat itu kadang-kadang orang tuanya mengajak anaknya kalau sedang panen. Anaknya memungut buah yang jatuh, dikumpulkan. Dalam perspektif barat, itu dianggap suatu pelanggaran penggunaan anak-anak sebagai tenaga kerja, tapi dari sisi lain di kita menganggapnya kultur dan budaya.

Baca Juga : Indonesia Menjadi Negara Terdepan Untuk Energi Hijau.

Tentang Penulis

afnajayapratama

1 Komentar

  1. […] Baca Juga : Perhutanan Sosial Berbasis Kelapa Sawit : Alternatif Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses