Program mandatori BBN pada tahun 2023 berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32,6 juta ton CO2 dan juga menghemat devisa negara sebesar Rp.158,68 triliun. Pemerintah akan meningkatkan campuran biodiesel menjadi B40 pada tahun 2025 mendatang.
Meskipun banyak keuntungan ekonomi, proses pengolah kelapa sawit sejatinya menyisakan tantangan besar yang harus dihadapi. Yakni, pengelolaan limbah kelapa sawit. Berdasarkan data dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), setiap tahun, industri sawit menghasilkan sekitar 60 juta ton limbah, termasuk limbah cair (POME) dan limbah padat (serbuk sawit).
Jika tidak dikelola dengan baik, limbah itu dapat mencemari lingkungan. Tapi jika dimanfaatkan dengan tepat, justru dapat memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan. Itu sebabnya, pemanfaatan limbah kelapa sawit menjadi isu yang mendesak.
Yang dimaksud limbah kelapa sawit, di antaranya adalah cangkang inti sawit. Dengan nilai kalori yang setara dengan batu bara peringkat rendah, cangkang inti sawit memiliki potensi besar dalam merevolusi lanskap energi Indonesia. Prediksi menunjukkan bahwa pada 2024 produksi cangkang inti sawit Indonesia akan mencapai lebih dari 13,4 juta ton. Sebagian besar dari jumlah itu digunakan sebagai bahan bakar boiler di pabrik kelapa sawit.
Pemanfaatan cangkang inti sawit tidak hanya mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan, melainkan membuka peluang besar untuk ekspor. Kualitas cangkang inti sawit Indonesia, terutama dari Sumatra, diakui memiliki keunggulan di pasar global, menjadikan Indonesia pemimpin di industri ini.
Pemerintah Indonesia juga aktif mengeksplorasi penggunaan cangkang inti sawit dalam teknologi co-firing. Dengan mengkombinasikan cangkang inti sawit dan batu bara peringkat rendah, diharapkan efisiensi energi pembangkit listrik domestik dapat meningkat. Selain memberikan solusi energi yang lebih bersih, langkah itu juga menambah nilai ekononomic dari limbah sawit.
Dengan memanfaatkan limbah secara maksimal, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas kelapa sawit dan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Selain cangkang, limbah cair dari industri kelapa sawit juga menyimpan potensi yang luar biasa. Minyak goreng bekas atau Used Cooking Oil (UCO) di Indonesia mencapai 3,9 juta ton pada 2023. UCO tersebut dapat diolah menjadi bahan bakar penerbangan berkelanjutan, yang kini sedang menjadi tren global di industri penerbangan.
Ada juga pengupas inti sawit—bagian lain dari limbah sawit—yang memiliki potensi untuk menjadi bahan baku dalam produksi bioetanol. Dengan teknologi yang tepat, limbah-limbah ini bisa dikonversi menjadi sumber energi alternatif yang tidak hanya mengurangi dampak lingkungan. Tapi, juga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar.
Pemanfaatan limbah kelapa sawit, adalah langkah strategis menuju ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Dengan kebijakan yang tepat, industri kelapa sawit dapat terus tumbuh sambil mengurangi dampak lingkungan. Program biodiesel dan pengembangan produk dari limbah sawit merupakan contoh nyata bagaimana pengelolaan yang baik dapat mengubah tantangan menjadi peluang.
Dengan mengintegrasikan tata kelola yang berkelanjutan, Indonesia tidak hanya dapat mempertahankan posisinya sebagai pemimpin global dalam produksi kelapa sawit, melainkan memanfaatkan potensi ekonomi dari limbahnya. Kunci keberhasilan terletak pada kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk menciptakan sistem yang mendukung keberlanjutan dan kesejahteraan bersama.
Baca Juga : Stok CPO Untuk Biodiesel Apakah CUkup ?
[…] Baca Juga : Limbah Kelapa Sawit Untuk Ekonomi Berkelanjutan. […]