Volume penggunaan minyak goreng di Indonesia terbilang cukup tinggi, tidak kurang dari 16,2 juta kiloliter setiap tahunnya. Akibatnya, aktivitas dari rumah tangga, UMKM, Resto dll menghasilkan minyak goreng bekas (jelantah) yang cukup besar. Di tengah situasi Industri yang samakin kompetitif, hal ini merupakan potensi peluang yang masih belum banyak dilirik oleh para pengusaha.
Minyak jelantah setiap tahunnya mencapai 3 juta kiloliter, tapi sayangnya belum terdapat organisasi atau yang berfokus untuk mengumpulkan seluruh minyak jelantah tersebut untuk dikelola kembali. Pemerintah berkewajiban untuk mendorong iklim industri agar ada pihak – pihak yang mau dan mampu mengelola minyak jelantah untuk di jadikan bahan baku biodiesel.
Menurut data dari solopos.com, produksi biodiesel dengan minyak jelantah dapat menghemat biaya produksi sebesar 35%. Sehingga jika mampu dilakukan akan membuat harga biodiesel semakin terjangkau oleh masyarakat.
Seperti yang tadi disampaikan, tantangan besar dari industri ini adalah pengumpulan minyak jelantah dari berbagai sektor. Pada umumnya minyak jelantah banyak yang dibuang atau dikumpulkan kemudian diekspor keluar negri begitu saja. Pemerintah harus memperhatikan keberlanjutan dari stok minyak jelantah jika mau mengangkatnya naik kelas menjadi sebuah industri yang menjanjikan.
Baca Juga : Hilirisasi Adalah Masa Depan Sawit Nasional.