Distribusi biodiesel di Indonesia tidak hanya menghadapi tantangan jarak dan infrastruktur, tetapi juga kondisi iklim yang sangat beragam—mulai dari wilayah pesisir panas, dataran tinggi yang dingin, hingga daerah pegunungan ekstrem seperti Dieng atau Puncak Jaya. Pada wilayah dengan suhu rendah, masalah yang paling sering muncul adalah Cold Flow Plugging Point (CFPP), yaitu titik suhu di mana biodiesel mulai mengkristal dan menyumbat filter bahan bakar. Jika tidak ditangani dengan benar, kondisi ini dapat menyebabkan mesin sulit dinyalakan, performanya menurun, bahkan menyebabkan kegagalan distribusi logistik.
Apa Itu CFPP dan Mengapa Penting?
CFPP adalah parameter kualitas yang menunjukkan suhu terendah di mana biodiesel masih dapat mengalir melalui filter tanpa hambatan. Biodiesel, terutama yang berbasis FAME (Fatty Acid Methyl Ester), memiliki sifat alami yang lebih mudah membentuk kristal dibandingkan solar fosil. Kristalisasi ini akan semakin cepat terjadi ketika suhu turun di bawah titik kritis.
Di daerah dataran tinggi—misalnya kawasan Puncak, Batu, Wonosobo, atau daerah industri di pegunungan Sumatra—temperatur malam hari bisa turun drastis. Pada situasi ini, biodiesel tanpa perlakuan khusus dapat mengalami gelling, membentuk lapisan padat yang mengganggu aliran bahan bakar.
Faktor yang Memengaruhi CFPP Biodiesel
Beberapa faktor kunci penyebab CFPP tinggi antara lain:
- Komposisi FAME: Kandungan FAME jenuh (saturated) seperti palmitate dan stearate berperan besar pada pembentukan kristal.
- Kualitas feedstock: Minyak sawit, sebagai bahan baku dominan biodiesel Indonesia, memiliki kecenderungan titik beku lebih tinggi dibanding kedelai atau kanola.
- Kondisi penyimpanan: Tangki di area terbuka yang mengalami pendinginan malam hari memperburuk risiko.
- Waktu tinggal (residence time) di tangki: Biodiesel yang terlalu lama disimpan berpotensi membentuk kristal lebih cepat.
Inovasi Aditif: Solusi Praktis Mengatasi CFPP
Untuk mendukung distribusi biodiesel di berbagai iklim, industri kini menggunakan berbagai teknologi cold flow improver (CFI) atau aditif penghambat pembentukan kristal. Beberapa inovasi utama meliputi:
1. Aditif Pour Point Depressant (PPD)
Aditif ini bekerja mengubah bentuk kristal FAME menjadi lebih kecil sehingga tidak mudah menggumpal dan menyumbat filter.
Keunggulannya:
- Efektif pada daerah dengan suhu sedang rendah (5–10°C)
- Biaya relatif terjangkau
- Dapat dicampurkan langsung pada proses blending
2. Aditif Cold Flow Improver Berbasis Polimer
Jenis ini dirancang untuk bekerja pada suhu ekstrem, bahkan hingga mendekati 0°C.
Keunggulannya:
- Mengganggu struktur kristalin secara molekuler
- Menjaga viskositas tetap stabil
- Cocok untuk distribusi ke dataran tinggi atau area pegunungan
3. Treatment Campuran Bahan Bakar
Beberapa terminal BBM menggunakan strategi:
- Co-blending dengan solar rendah sulfur
- Penyesuaian rasio FAME pada musim dingin
- Penyaringan multistage sebelum distribusi
Cara ini membantu menurunkan titik beku tanpa perlu modifikasi besar di sektor hilir.
Teknologi Pendukung Distribusi
Selain aditif, teknologi pendukung juga semakin umum diterapkan, seperti:
- Insulasi tangki dan pipa distribusi untuk menahan perubahan suhu
- Sirkulasi pemanasan ringan (preheater) di depot BBM
- Sistem monitoring suhu real-time untuk memastikan biodiesel tetap berada di atas batas CFPP
Teknologi ini memastikan kualitas biodiesel tetap terjaga selama perjalanan distribusi, bahkan di area dengan suhu ekstrem. CFPP merupakan isu penting yang harus diantisipasi dalam distribusi biodiesel di negara dengan variasi iklim seperti Indonesia. Melalui kombinasi aditif modern seperti PPD dan polymer-based CFI, ditambah teknologi penyimpanan yang tepat, tantangan ini dapat diatasi secara efektif. Hasilnya, biodiesel tetap mengalir dengan lancar, mesin bekerja optimal, dan distribusi energi tetap terjaga—baik di pesisir panas maupun di puncak gunung bersuhu dingin.
Baca Juga : Dinamika Harga dan Volatilitas Pasar Global: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga CPO