Dinamika Pasar Global: Prediksi Tren Harga Sawit Pasca-Pandemi dan Dampak Perang Dagang

Industri minyak sawit merupakan salah satu pilar penting dalam perdagangan global, terutama bagi negara produsen terbesar seperti Indonesia dan Malaysia. Namun, sejak pandemi COVID-19, pasar sawit menghadapi dinamika baru yang membentuk arah harga dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, perang dagang antara negara-negara besar semakin memperkuat ketidakpastian pasar, sehingga analisis prediktif menjadi penting bagi pelaku industri, investor, dan pembuat kebijakan.

1. Pemulihan Permintaan Pasca-Pandemi

Setelah mengalami penurunan permintaan di awal pandemi, konsumsi minyak nabati dunia kembali meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh pulihnya industri makanan, farmasi, dan kosmetik yang selama pandemi sempat menurun produksinya. Negara-negara importir besar seperti India, Tiongkok, dan Uni Eropa kembali memperkuat permintaan minyak sawit sebagai bahan baku utama.

Pemulihan ini menjadi pendorong kenaikan harga sawit sejak 2022–2024. Namun, tren ini juga menandai munculnya fase volatilitas baru karena permintaan tidak sepenuhnya stabil dan sering berubah mengikuti kondisi ekonomi global.

2. Perubahan Kebijakan dan Fokus pada Ketahanan Energi

Pandemi memperlihatkan pentingnya ketahanan energi bagi banyak negara. Akibatnya, kebijakan biofuel semakin diperkuat. Program B35 dan rencana menuju B40 di Indonesia, serta kebijakan serupa di negara lain, terus meningkatkan konsumsi domestik terhadap Crude Palm Oil (CPO).

Dari perspektif analisis prediktif, kebijakan biofuel berpotensi menjaga harga sawit tetap tinggi dalam jangka menengah. Namun, jika terjadi penurunan harga minyak mentah dunia atau perubahan kebijakan energi negara-negara importir, harga sawit bisa kembali tertekan.

3. Dampak Perang Dagang Global

Perang dagang menjadi faktor lain yang mendorong fluktuasi harga sawit. Ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta ketidakpastian geopolitik di Eropa dan Timur Tengah, memengaruhi rantai pasok global. Negara-negara importir sering melakukan diversifikasi sumber minyak nabati, sehingga meningkatkan persaingan antara minyak sawit dan minyak kedelai.

Ketika harga minyak kedelai naik akibat kebijakan perdagangan, sawit menjadi pilihan alternatif yang lebih ekonomis, sehingga mendorong harga CPO. Namun sebaliknya, jika perang dagang menyebabkan pelambatan ekonomi global, permintaan terhadap minyak nabati berpotensi turun dan menekan harga.

4. Prediksi Arah Harga Sawit ke Depan

Berdasarkan kondisi terkini, terdapat beberapa kemungkinan arah tren harga sawit:

  • Kecenderungan tetap tinggi dalam jangka pendek, didorong oleh kebutuhan biofuel, pemulihan ekonomi, dan pasokan yang ketat di beberapa wilayah produsen.
  • Fluktuasi sedang hingga tinggi, mengikuti perkembangan geopolitik serta pergerakan harga minyak nabati lain.
  • Koreksi harga dalam jangka panjang, jika terjadi ekspansi produksi besar-besaran atau negara importir memperketat kebijakan lingkungan.

Dinamika pasar global pasca-pandemi dan dampak perang dagang menunjukkan bahwa harga sawit tidak hanya dipengaruhi oleh produksi dan permintaan, tetapi juga oleh faktor ekonomi global, kebijakan energi, dan kondisi geopolitik. Pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor ini akan membantu pelaku industri dalam membuat keputusan yang lebih strategis.

Baca Juga : Kenapa B40 Butuh Banyak Tangki dan Kilang yang Lebih Siap? Ini Penjelasannya.

Tentang Penulis

afnajayapratama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses