Berbagai kampanye negatif dilakukan untuk membangun opini bahwa banyak dampak buruk dari perkebunan sawit. Salah satunya adalah anggapan bahwa kelapa sawit membutuhkan banyak air sehingga daerah disekitar perkebunan akan mengalami kekeringan.
Bahkan El Nino yang menyebabkan kekeringan terjadi dikarena perkebunan kelapa sawit yang banyak menyerap air dilingkungan. Hal ini tentu adalah sebuah tuduhan yang tidak berdasarkan apapun, hanya semata-mata ingin menjatuhkan hilirisasi perkebunan sawit yang selama ini sudah dirintis oleh pemerintah Indonesia.
PalmOil Agribusiness Strategic Policy Institute atau yang lebih dikenal PASPI menyebutkan dalam sebuah laporan yang berjudul Kebun Kelapa Sawit : Hemat Air dan Lestarikan Cadangan Air Tanah, tanaman kelapa sawit adalah sebuah tanaman aslinya berasal dari afrika yang daerahnya tropis. Oleh karena itu, sawit secara alami memiliki struktur morfologi yang menghemat air dan menyimpan cadangan air.
Dipenelitian yang lain, proses penguapan air dari permukaan tanah, tumbuhan, dan organisme hidup ke atmosfer atau yang disebut evapotranspirasi di area perkebunan kelapa sawit masih lebih rendah jika dibandingkan dengan poho mahoni dan pinus.
Evapotranspirasi di sawit hanya sekitar 40% dari curah hujan tahunan, sedangkan di mahoni mencapi 58% dan pinus mencapai 65%. Dan secara efisiensi kebutuhan air pada sawit juga lebih sedikit yaitu 1.104 mm per tahun. Dibandingkan bambu dan lamtoro tergolong boros air dengan kebutuhan 3.000 mm per tahun, tanaman akasia sebesar 2.400 mm, sengon sebesar 2.300 mm, pinus dan karet sebesar 1.300 mm per tahun.
Dari beberapa penelitian tersebut, pohon sawit dengan ukuran tanaman yang cukup besar tergolong menjadi tanaman yang hemat air (setelah tebu). Dan dapat disimpulkan sawit merupakan tanaman yang ramah lingkungan dan merupakan bagian dari konservasi air tanah secara alami.
Baca Juga : Mandatori Biodiesel B40 Dipastikan Berjalan Optimal, Sudah Tersalurkan 1.473.764 KL.
[…] Baca Juga : Kelapa Sawit Bukan Tanaman Yang Membutuhkan Banyak Air. […]