Industri sawit dipandang beberapa pihak merupakan industri yang ekstraktif dan bukan sektor ekonomi yang modern karena hanya mengambil atau memanen sumberdaya yang tersedia di alam. Produksi minyak sawit juga dituding tidak berkelanjutan karena hanya berasal dari perluasan areal lahan.
Tudingan tersebut kurang tepat. Berbeda dengan sektor logging dan sektor pertambangan yang termasuk sebagai sektor ekonomi ekstraktif karena memanen langsung dari alam (hunting economy). Sebaliknya perkebunan kelapa sawit merupakan sektor ekonomi non- ekstraktif karena produksi minyak sawit diperoleh melalui kegiatan budidaya dan pengolahan lebih lanjut dengan menggunakan manajemen dan ilmu pengetahuan/teknologi modern.
Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, pemerintah Indonesia telah mengembangkan strategi industrialisasi sawit. Strategi industrialisasi sawit ini memanfaatkan sumberdaya modern (inovasi teknologi, modal investasi, serta SDM yang kreatif dan inovatif) sehingga dapat mewujudkan industri sawit yang lebih sustainable.
Strategi industrialisasi pada perkebunan kelapa sawit (huluisasi) bertitik tolak dari perubahan sumber pertumbuhan produksi minyak sawit. Pada awal pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, sumber produksi minyak sawit masih diperoleh dari proses ekstensifikasi karena pada saat itu sumberdaya lahan masih melimpah dan SDM pelaku perkebunan kelapa sawit belum terampil (factor driven).
Strategi promosi ekspor dilakukan dengan mendorong hilirisasi sawit domestik (jalur oleofood complex, jalur oleochemical complex, dan jalur bioenergy/biofuel complex) untuk memproduksi dan mengekspor produk hilir sawit bernilai tambah tinggi yakni produk antara/setengah jadi (intermediate product) maupun produk jadi (finished product).
Strategi substitusi impor dilakukan dengan mendorong hilirisasi sawit domestik (jalur oleofood complex, jalur oleochemical complex, dan jalur bioenergy/biofuel complex) untuk memproduksi substitusi impor produk- produk (olefood, oleochemical, bioenergy/biofuel) yang selama ini masih diimpor. Produk yang dimaksud mencakup substitusi impor produk antara (intermediate product) maupun produk jadi (finished product).
Implementasi strategi hilirisasi sawit promosi ekspor didukung oleh berbagai kebijakan seperti kebijakan pajak ekspor (export duty dan export levy), tax allowance, tax holiday, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), diplomasi internasional, dan lain-lain. Demikian dengan startegi industrialisasi substitusi impor juga didukung sejumlah kebijakan seperti kebijakan mandatori biodiesel.
Baca Juga : 5 Kebijakan Untuk Mendukung Peningkatan Produksi Kelapa Sawit.