Perkebunan kelapa sawit secara neto bukan penyerap karbon ?

Setiap detik atmosfer bumi dijejali sampah karbondioksida dari kegiatan manusia di planet bumi. Manusia, hewan, kendaraan bermotor, dan pabrik-pabrik di seluruh dunia membuang karbon dioksida (emisi GRK) yang berlebihan ke atmosfer bumi. Hal ini telah memicu terjadinya pemanasan global. Untuk mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi selain menurunkan emisi gas rumah kaca, juga diperlukan penyerapan kembali gas rumah kaca tersebut.

Sama seperti tanaman/tumbuhan lainnya, perkebunan kelapa sawit berperan solutif pada perubahan iklim melalui penyerapan karbon atau carbon sink. Melalui proses fotosintesis asimilasi, tanaman kelapa sawit menyerap CO2 dari atmosfer bumi dan menyimpannya menjadi stok karbon dalam bentuk biomassa baik yang berada di atas tanah (above ground biomass) maupun di bawah tanah (below ground biomass).

Tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan (parennial plant) dengan sistem perakaran yang intensif, berukuran relatif besar, pertumbuhan cepat, dan produksi tinggi dengan siklus pertanaman selama 25 tahun atau lebih. Karakteristik tanaman yang demikian membuat perkebunan kelapa sawit berperan menjadi “mesin biologis” penyerap karbon dioksida (CO2) yang cukup besar dari atmosfir bumi.

Berdasarkan studi Henson (1999), secara rataan besarnya carbon sink dari perkebunan kelapa sawit secara neto mencapai 64.5 ton CO2 per hektar per tahun. Penyerapan neto CO2 pada perkebunan kelapa sawit tersebut lebih besar dibandingkan dengan hutan tropis. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit secara neto mampu menyerap karbon dioksida dari atmosfer bumi dan menghasilkan oksigen.

Oleh karena itu, perkebunan kelapa sawit merupakan bagian solusi dari upaya global dalam menurunkan emisi karbon dari atmosfer bumi. Kontribusi perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan melalui dua jalur sekaligus yakni menyerap kembali karbon dioksida dari atmosfer bumi melalui proses fotosintesis dan mengurangi emisi karbon dioksida dengan mengganti (substitusi) energi fosil boros emisi dengan biofuel sawit yang hemat emisi.

Baca Juga : Hilirisasi Kelapa Sawit Membuat Harga CPO Dunia Tidak Pengaruhi Ekonomi Indonesia

Tentang Penulis

afnajayapratama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.