Sejak tahun 2006, biodiesel resmi menjadi alternatif bahan bakar nabati yang di produksi untuk umum. Kala itu, kenaikan harga bahan bakar minyak yang mencapai 100% membuat pemerintah mengambil keputusan untuk menekan impor minyak dengan program biodiesel.
Dari tahun ke tahun perkembangan biodiesel semakin baik dan sampai saat ini mampu menjadi sebuah industri yang dapat berperan untuk kemajuan bangsa baik dari sektor ekonomi, tenaga kerja, dan juga lingkungan.
Seiring dengan kemajuan tersebut, banyak masalah yang juga mengiri perkembangan biodiesel sampai saat ini. Masalah utama yang dihadapi adalah ketersediaan stok bahan baku biodiesel yaitu kelapa sawit.
Stok sawit saat ini dirasa belum cukup aman untuk biodiesel didorong menjadi bahan bakar utama. Oleh karena itu pemerintah mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut. Pembukaan lahan baru menjadi hal yang harus ditempuh. Namun sayangnya, pembukaan lahan baru terjadi diatas lahan hutan sehingga menjadi masalah baru terhadap lingkungan hidup masyarakat sekitar perkebunan baru itu.
Seperti yang ada di papua, baru – baru ini pemerintah memberikan izin untuk membuka lahan baru diatas lahan hutan. Sehingga timbul gelombang penolakan – penolakan dari masyarakat sekitar dan juga dari aktivis lingkungan. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, di prediksi kan akan melebihi manfaat dari pembukaan perkebunan baru.
Sebenarnya bukan hilirisasi sawit yang ditentang, melainkan pengalihfungsi lahan hutan yang menjadi masalah dan ditentang oleh berbagai pihak. Pemerintah harus mencari lahan yang tepat untuk membuka perkebunan baru. Agar hilirisasi sawit yang telah terbukti membawa kemandirian energi untuk Indonesia dapat terus dilanjutkan.
Baca Juga : Tidak Hanya Menurunkan Impor, Biodiesel Memiliki Manfaat Lain Untuk RI.